Minggu, 28 September 2008

Idul Fitri, Titik Awal bagi Perubahan

Bagi orang yang bermata,

fajar telah terbit

- Ali ibn Abi Thalib

( Nahjul Balaghah, Hikmah No. 169).

****

Setelah sebulan kita berada dalam lembaga pembinaan bulan Ramadhan, saat ini kita berada pada starting point langkah menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam lembaga bulan Ramadhan, kita telah melaksanakan ibadah-ibadah dengan ketulusan niat dan keinginan memperoleh kebaikan dariNya semata. .

Di bulan Ramadhan kita membiasakan diri bertadarus alquran. Tadarus alquran artinya memepelajari alquran. Bagi yang belum bisa membaca alquran, tadarus berarti belajar membaca, bagi yang sudah bisa membaca, mereka bertadarus agar bacaan mereka menjadi lebih baik, bagi yang sudah baik bacaannya, mereka mempelajari makna dan mencoba menghayati kandungannya, dan selanjutnya mereka yang sudah memahami kandungannya, mereka mempelajari bagaimana cara menerapkannya dalam kehidupan.

Di bulan Ramadhan, kaum muslimin juga giat melaksanakan sholat secara berjamaah baik sholat fardhu maupun sholat nafilah. Dengan semaraknya pelaksanaan sholat berjamaah, nampak bagi kita bahwa kaum muslimin ternyata berwibawa dan kuat bila ada kebersamaan sesuai dengan pernyataan Allah “Muhammad Rasulullah dan orang-orang yang bersama dengannya, mereka itu tegas terhadap orang-orang kafir dan saling berkasih sayang diantara mereka, Nampak mereka itu dalam keadaan ruku’ dan sujud, terpancar pada wajah-wajah mereka kesan dari sujud”. (QS Al-Fath: 29)

Walaupun masih ada beberapa kekeliruan dalam mensyiarkan sholat berjamaah yang sebahagian kalangan mengutamakan sholat malam Ramadhan yang merupakan sholat nafilah, padahal seharusnya berjamaah itu lebih ditekankan pada sholat-sholat fardhu. Namun begitupun kita berharap dengan datangnya tanggal satu Syawal, para shaaim memperoleh nilai “idul fitri” sebagai diploma bagi mereka yang berhasil menjalankan ibadah-ibadah pada bulan Ramadhan, sholat-sholat fardhu akan lebih semarak dilaksanakan di masjid-masjid, panggilan azan Hayya ala-sh-sholaah, hayya ‘ala-lfalah dari menara masjid-masjid akan disauti dan ditanggapi dengan baik dengan mendatangi masjid agar sholat dapat ditegakkan dan kemenangan dapat diraih.

Dengan melaksanakan sholat berjamaah di bulan Ramadhan secara rutin, hal itu menjadi sarana pembiasaan bagi kita untuk sholat berjamaah pada bulan-bulan berikutnya. Selanjutnya karena sholat berjamaah sudah terbiasa dilakukan, hal itu akan meningkat menjadi kebutuhan. Kaum muslimin akan merasa butuh melaksanakan sholat secara berjamaah terutama sholat-sholat fardhu.

Begitu juga dengan bersedekah, menjamu atau menyiapkan makanan berbuka puasa untuk orang lain dan juga membayarkan zakat fitrah atau zakat diri pada penghunjung bulan Ramadhan, hal itu juga merupakan latihan bagi kita agar tidak merasa berat hati untuk melepaskan saudara muslim kita dari himpitan kesulitan, menyelamatkan mereka dari keterpurukan, dan membebaskan mereka dari keterjeratan, terutama yang berkenaan dengan masalah-masalah penghidupan. Di bulan Ramadhan, kita telah dilatih untuk berlapang dada, bahkan melapangkan orang lain walau kita sendiri bisa jadi belum lepas dari kesulitan; agar pada masa-masa mendatang kita tidak lagi merasa keberatan dalam membantu dan menolong saudara-saudara kita, apalagi jika kita berada dalam situasi yang lapang.

Walau tidak sama bagi setiap orang dalam merasakan lapar dan haus di siang hari dengan berpuasa, namun semua sama-sama merasakan lapar dan haus. Dengan berpuasa mereka dilatih untuk menahan diri dalam memenuhi hasrat badaniahnya walau dengan sesautu yang halal. Dan bila tiba saat berbuka, maka kaum muslimin diperbolehkan kembali menikmati rezeki yang dianugerahkan Allah tadi tanpa berlebihan. Dari sini kita dapat mengambil hikmah, bahwa dengan berpuasa, walau pun halal kita masih dilatih untuk menahan diri, yang apabila kita mampu menjalaninya dengan benar, hal-hal yang terlarang untuk dikonsumsi dan tindakan-tindakan yang tercela, Insya Allah akan mampu kita jauhi di luar bulan Ramadhan. Ternyata berpuasa adalah sarana belajar yang efektif dalam hal menaati Allah. Maha benar Allah dengan firmannya : “Wahai orang-orang yang beriman, telah tertulis bagi kalian untuk berpuasa, sebagaimana telah tertulis bagi orang-orang sebelum kalian, semoga (dengan shiyam tersebut) kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa”(QS ALbaqarah ayat 183).

Islam adalah sistem panata kehidupan dari Allah bagi manusia agar manusia hidup dalam keselamatan, kesejahteraan, kesentosaan dan kedamaian. Sebagai satu-satunya sistem penata kehidupan yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan, Islam tentu saja memiliki suatu cara pandang dunia yang tidak membelenggu kebebasan berfikir manusia, begitu juga dalam hal sikap dan tindakan yang dipilihnya, semuanya berorientasi pada peningkatan kualitas individu yang berlanjut pada kemajuan masyarakat. Oleh karenanya, segala sistem pembinaan dalam Islam yang disebut dengan Arkaanul Islam, bila benar-benar terlaksana dengan benar dan baik, niscaya terwujud khairu ummah (ummat terbaik) yang memiliki kewibawaan, diperhitungkan dan tampil di tengah-tengah panggung peradaban dunia. “Islam itu teratas dan tidak ada yang mengatasinya” adalah kalimat yang keluar dari lisan suci Rasulullah saw bukanlah sekedar slogan, tapi kalimat itu adalah motifasi bagi kita dalam mewujudkannya.

Allah SWT berfirman : “Dialah (Allah) yang telah mengutus RasulNya dengan pedoman hidup dan sistem penata kehidupan yang hak agar dimenangkannya atas segala sistem kehidupan (yang lain)………….” Kalimat ini menunjukkan bahwa al_Islam sebagai aturan hidup yang hak adalah sistem penata kehidupan yang unggul tiada banding, maka seyogianyalah kaum muslimin di seluruh dunia harus tampil dengan keunggulan Islam.

Hendaknya pribadi-pribadi muslim adalah sebagai pionir dan pemuka dalam segala bidang kehidupan, baik ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta memiliki kewibawaan di mata dunia.

Di bulan Ramadhan kita senantiasa memperbaharui pernyataan iman dalam setiap sholat dan zikir kita. Itulah syahadatain yang merupakan fondasi keyakinan yang kokoh. Hal itu dilakukan agar terbentuk dalam pribadi-pribadi mukmin kesadaran tauhid. Kesadaran tauhid ternyatakan pada karakter pribadi yang memiliki pola fikir yang utuh, keyakinan yang teguh, dan prinsip yang tegas, yang berani berkata “tidak” terhadap segala penyimpangan. Kalimat tauhid “Laa Ilaaha Illa Allah”, diwujudkan oleh kaum mukminin dalam sikap yang tidak berstandar ganda, dan tindakan mereka yang satu orientasi, yaitu mardhatillah (keridhaan Allah) semata. Dengan kesadaran tauhid yang bersih dan murni, akan terjalin ummat yang satu (ummatan waahidah), sebagaimana difirmankan Allah : “Sesungguhnya ummat kalian ini (wahai para rasul) adalah ummat yang satu, dan Aku sebagai Rabb kalian, maka bertaqwalah……” (QS Al-Mukminun ayat 52).

Begitu juga dengan sholat yang dilakukan selama bulan Ramadhan, diantaranya bertujuan agar terbentuk pribadi-pribadi yang disiplin, patuh terhadap pimpinan yang menyuarakan pesan-pesan al-Quran, dan secara intensif mengadakan hubungan spitritual dengan Allah, melanjutkan dan menyampaikan pesan moral sosial Rasulullah saw serta melanjutkan dan menapaktilasi perjuangan Rasulullah saw agar ummat tegak di atas prinsip kebenaran. Di kalangan ummat yang benar inilah akan terjalin hungan emosional yang tidak lagi bersifat primordial, yaitu hubungan silaturrahmi. Hubungan silaturrahmi bukanlah sekedar hubungan basa-basi belaka, namun hubungan itu terjalin dengan ketulusan hati karena masing-masing individu telah menjalankan prinsip kebenaran dalam hubungan sosial budaya antara satu dengan yang lain dalam interaksi sosialnya.

Segala ibadah yang kita lakukan pada bulan Ramadhan adalah bagaikan membangun miniatur yang akan kita jadikan rujukan sikap dan tindakan kita di bulan-bulan yang lain, menuju sikap para hujjaj (orang-orang yang berhaji) yaitu : Itha’aamuth-tha’aam wa ifsus-salaam ; memberi makan kepada orang yang membutuhkan dan menebarkan keselamatan; dan selanjutnya bangunan kehidupan yang damai dan mendamaikan, selamat menyelamatkan , mulai kita langkahkan.

Hari esok adalah hasil dari apa yang kita lakukan pada hari ini, keadaan yang kita alami dan rasakan pada hari ini adalah rangkaian dari sikap dan tindakan kita masa-masa yang lalu. Bila kita menginginkan kegemilangan pada masa depan, mulailah kita siapkan jiwa kita untuk diterangi oleh wahyu. Serahkan tangan kita untuk dibimbing dan dipimpin oleh Sang Pemberi Khabar Gembira Rasulullah saw, arahkan langkah kita mengikuti langkah para Imam Penegak Kebenaran. Insya Allah, negeri keselamatan akan kita raih bersama atas hidayah dan inayah Allah swt.

Sekaranglah waktunya bagi kita untuk memulai perubahan, melangkahkan kaki menuju kejayan.

Tidak ada komentar: