Minggu, 14 September 2008

Menyahuti Seruan Allah

Dalam Al-Quran dalam banyak tempat termaktub seruan Allah dengan firmanNya : Wahai orang-orang yang beriman,.. Wahai manusia,… Wahai anak adam,..… Wahai jiwa yang tenang,…. dan lain sebagainya.

Seruan Allah ini tentu ditujukan bagi manusia, karena manusia telah dianugerahkannya alat untuk menangkap pesan dan atau menanggap seruan. Seruan Allah bagi manusia ini tidaklah berupa bunyi-bunyian yang getarannya ditangkap oleh gendang telinga, atau berupa tulisan yang bentuk dan jalinan hurupnya hanya bisa dibaca oleh mereka yang dapat melihat dan mampu membaca.

Seruan Allah ini adalah suara yang getarannya menyentuh telinga hati, sehingga disahutinya dengan pernyataan : sami’na (kami mendengar). Pesan Allah adalah cahaya yang menerangi pandangan jiwa sehingga nampak baginya betapa indah ganjaran yang disediakan Allah bagi orang yang menanggapi seruanNya. Mereka yang memiliki ketajaman mata hati dengan penuh kesadaran akan menyatakan wa atha’na (dan kami patuhi) menanggapi seruan Allah dan bersegera melaksanakannya di panggung kehidupan.

Terhadap mereka yang tak mendengar seruan Allah dan tak menanggapi pesan-pesanNya, Allah mencela mereka dengan keras sebagai makhluk yang sama saja bahkan lebih sesat daripada hewan ternak. Dalam surah Al-A’raf ayat 179 disebutkan : “…bagi mereka ada hati namun tiada memahami, pada mereka ada mata namun tiada melihat dan pada mereka ada telinga namun tidak mendengar. Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.

Setiap manusia yang memiliki hati nurani pasti memilki naluri beribadah, karena hanya dengan beribadahlah manusia dapat mencapai kesempurnaannya. Hanya saja dalam hal peribadatan ini ada yang tepat dan ada yang salah arah. Diantara manusia ada yang saking bodohnya sampai menyembah berhala yang dipahat dan diukir dan kemudian diberinya nama, lantas meletakkan kepalanya kebawah kaki berhala bisu tersebut. Tapi kalau sekarang ini orang seperti itu sudah jarang didapati. Sekarang ini keberhalaan tersebut mengambil bentuk yang lebih canggih lagi. Berhala-berhala tersebut dipahat dalam angan-angannya dan diukir dengan ambisinya, lantas diberinya nama : kekuasaan, pangkat, jabatan, kekayaan, kemewahan, ketenaran, dlsb. Kemudian diletakkannya berhala-berhala tersebut dalam altar jiwanya dengan penuh cinta, lantas dia melakukan berbagai macam cara yang menyimpang sebagai persembahan kepada sesembahannya.

Untuk mendapat kekuasaan mereka menggadaikan idealisme, untuk meraih kekayaan dan hidup dalam gelimang kemewahan mereka membunuh hati nurani, guna menyandang ketenaran mereka menginjak-injak moralitas dan membuang rasa malu. Upacara penyembahan mereka lakukan dengan bertelanjang: Telanjang dari moralitas. Gerak ibadah mereka adalah dengan melakukan sikut sana sikut sini. Kekhusyukan dalam ibadah mereka artikan dengan hilangnya rasa peduli. Alih-alih kesempurnaan yang mereka raih, malah kehidupan mereka berantakan karena terjadi pertentangan. Alih-alih kebahagiaan yang mereka dapat, malah kecemasan dan ketakutan menggerogoti jiwa mereka akibat permusuhan yang dihasilkan.

Oleh sebab itulah Allah - dengan sifat Rahman dan RahimNya - mengutus para RasulNya untuk membimbing manusia agar tidak salah arah dalam hal peribadatan ini. Para Rasul membenahi pola fikir manusia agar berfikir cerdas dan memilih yang terbaik bagi dirinya (iman) . Para Rasul mengarahkan sikap dan perilaku manusia untuk mentradisikan (mensunnahkan) aktifitas perbaikan dalam hidup dan kehidupan (amal shalih). Para Rasul menuntun manusia untuk mengayunkan langkah bersama memperjuangkan kehidupan yang damai, selamat dan sentosa di tengah-tengah pentas peradaban.

Pribadi-pribadi taqwa adalah nilai sempurna bagi manusia yang beribadah tepat menurut ketentuan Allah dan bimbingan RasulNya. Pribadi tersebut adalah orang yang telah mendengar seruan Allah dalam jiwanya untuk mengabdi kepadaNya semata dan disahutinya. Seruan tersebut didengar dengan telinga jiwanya : Wahai manusia, ibadahilah Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, supaya kalian menjadi orang yang bertaqwa. (Al-Quran Surah Al-Baqarah : ayat 21).

Medan, 19 Agustus 2005

Tidak ada komentar: